Selasa, 05 September 2006

Sekali lagi soal Kematian


Ini masih lanjutan dari postingan sebelumnya. Setelah mendapat kabar duka beruntun akhir-akhir ini, saya berkhayal mendengar kabar baik, apapun itu. Tapi, hingga kemarin, selasa, saya tampaknya masih harus kembali mendengar kabar duka.


Saat masih di studio untuk mengawal siaran pagi, sekitar pukul 05.42, sebuah sms masuk. Saya pikir ini pasti dari bos. Biasanya kalau ada yang gak puas, dia selalu sms saat acara masih on-air. Eh, bukan. Ternyata dari nyonya di rumah. Bunyinya begini "Innalillahi wainalillahi rajiun Bpknya Inge meninggal".


Saya tercekat sebentar, tapi langsung bisa mengendalikan diri. Inna Lillahi.. Tetangga satu gang kami di Kranggan, Ludi Syamsudin dipanggil oleh sang Khalik dalam usia yang cukup muda, 43 tahun. Kematian bagi almarhum dan juga keluarganya, mungkin akan memberi keringanan. Karena selama lebih dari 2 tahun sang ayah diderita sakit berkepanjangan, yang memaksanya keluar masuk rumah sakit.


Duka ini adalah yang ketiga terjadi di gang kami. Sebelumnya tahun 2004, tetangga depan rumah kami dipanggil menghadap Illahi. Kemudian tahun 2005, tetangga sebelah kanan tembok rumah kami. Dan tahun ini di depan kanan rumah kami.


Ada seloroh beberapa rekan, setelah ini bisa jadi giliran si-A, atau si-B. Benar, kita memang menunggu giliran. Tapi seberapa bisa sih manusia meramalkan kematian? Bahkan meski ia ada di depan mata sekalipun? Biarlah kematian masih menjadi rahasia Allah. Saya tak mau dihantui ketakutan tak beradab mengenai kematian.

3 komentar:

  1. Duh, saya juga suka syerem... kalo sewaktu-waktu dapet giliran udah siap gak yah?
    Makasih ya Mas diingetin

    BalasHapus
  2. semua yang bernyawa mengantri mati... semoga kita semua kembali dengan hati yang bersih penuh amal dan tanpa dosa...

    BalasHapus
  3. "Semua yang bernafas pasti (akan) mati.."

    memanfaatkan waktu selama nunggu giliran itulah yang penting.. cari bekal
    dan keknya masih sedikit banget nih bekalnya.. :(

    BalasHapus