Minggu, 31 Desember 2006

Jendela Baru

Aku gamang dengan keramaian itu. Keriuhan di luar sana tak mampu menggerakkan hati ini untuk ikut 'berpesta'. Mungkin sudah sifat dasar gak suka pesta, tapi lebih dari itu memang tak perlu bagiku pesta itu.


Apalagi saat ini, ribuan kawan di aceh tamiang terkena banjir, kawan-kawan di sidoarjo juga belum merdeka dengan lumpur panasnya, belum lagi kawan di yogya, klaten dan sekitarnya. Mengingat itu semua, padam rasanya keinginan hati untuk sekedar tertawa di penghujung tahun dan diawal babak.


Belum lagi ditambah kabar tak mengenakkan dari tanah suci. Ibu yang tengah beribadah nun jauh di sana tengah terbelit masalah, tak beroleh makanan (kalau tak boleh mengatakan 'kelaparan') hanya gara-gara salah manajemen katering. Bayangkan, Indonesia sudah puluhan tahun ikut menyelenggarakan ibadah haji, tapi herannya masih saja dibelit masalah mismanajemen!


Untungnya, suara ibu di hari Minggu menenangkan kami. "Ibu sudah makan, pokoknya alhamdulillah kita selamat dan sehat-sehat saja," begitu ujar ibu.


+++


 

Selasa, 19 Desember 2006

Foto Jadul, HMJ tahun 1990




Ini adalah secuplik foto jadul, saat masih mahasiswa di Fikom Unpad Bandung. Foto diambil saat orientasi mahasiswa baru angkatan 90 (gw sendiri angkatan 89) di Lembang dan kunjungan ke koran Pikiran Rakyat. Sebagian besar mengenakan jaket kebesaran HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurnalistik) berwarna biru.

Beberapa wajah yang ada di foto ini sekarang bertebaran di sejumlah media, ada juga yang jadi politisi, pengusaha, presenter tv, dan dosen.

Ngeliat foto-2 ini jadi pengen ketawa, cupu banget yak kita-2 dulu!!!!

**Oya ini foto-2 koleksi seorang kawan Andreas "Item". Foto gw sendiri gak tau pada kemana...

Rabu, 13 Desember 2006

Hari ini 10 Tahun Kami !



Hari ini sepuluh tahun lalu.


14 desember 1996. Saya Syaifuddin bin Sayuti Irfan resmi menikahi Siti Komsiah binti Wardoyo, di desa Cengkok, Nganjuk Jawa Timur. .


Pernikahan yang bersahaja. Karena kami memang menggelar seadanya, dengan dihadiri mayoritas keluarga kedua belah pihak dan tetangga dekat.


Tak terasa waktupun berjalan. Satu, dua dan tiga kurcaci hadir diantara kami. Mereka menghiasi hari-hari kami. Terkadang melelahkan dengan aneka celotehan mereka, tapi lebih banyak menyenangkan. Bersama istri dan tiga kurcaci kami arungi hari-hari penuh tawa dan air mata.


Kini si sulung Muhammad Ihsaan Ramadhan, bulan depan 9 tahun. Si tengah Nabila Khairunnisa 5,5 tahun. Dan si bungsu Nisrina Fatin Humaida 2,5 tahun.


Hari ini kami 10 Tahun


Mencapai angka 10 dalam pernikahan bagi kami adalah prestasi tersendiri. Apalagi di 'luar sana' gonjang-ganjing berita perceraian nyaris tiap hari kami lihat dan dengar. Hal-hal semacam itu justru menguatkan kami.


Kalau ada pertengkaran, kami selalu ingat: kami hidup tidak hanya berdua, kami memiliki anak-anak, keluarga besar dan tentunya .....masa depan!


Jika ada yang bertanya apa sebenarnya rahasia 10 tahun kami? Hmmm...kepercayaan dan mau berkorban. Maknanya memang luas, tapi itulah yang kami pegang teguh. Selalu mau berkorban menyisihkan kesenangan pribadi demi keluarga.


Jika dalam 10 tahun pertama ini masih banyak kekurangan dan janji yang belum terwujud, bagi saya itu adalah bagian dari perjuangan hidup. Insya Allah, kami akan upayakan semuanya menjadi mungkin.


Saya adalah lelaki yang sangat beruntung. Dikaruniai seorang wanita solehah dan anak-anak yang manis, cerdas dan lucu. Saya ingin terus menjadi orang yang beruntung, bukan hanya 10 tahun saja, tapi terus selamanya. Selama Allah menghendaki.


Terima kasih Allah, hanya karena KAU-lah semua ini mungkin.


Terima kasih pula pada para orang tua, kakak, adik, keluarga besar, dan teman-teman. Kami bisa melalui ini semua diantaranya berkat do'a dan restu kalian.


Kami masih ingin 10 tahun kedua, ketiga, keempat dan selamanya.....


*ket. foto saat Lebaran 2006

Selasa, 12 Desember 2006

Artis ALDA Tewas !!

Postingan gak penting sebenarnya.


Artis pop Aldarisma atau biasa dipanggil Alda tewas di hotel Grand Menteng  Matraman Jakarta Timur, selasa malam. Diduga ia tewas setelah berpesta shabu-shabu.


Nama artis ini mungkin kini tidak terlalu dikenal orang, tapi sekitar tahun 90-an akhir ia punya hits yang cukup kondang "Aku Tak Biasa". Album rekamannya kabarnya saat itu laku hingga 1 juta kopi. Dan prestasi itu didapatnya saat ia belum berusia 17 tahun. Nah, dari sinilah persoalan muncul.


Usia yang sangat belia membuat pribadi Alda matang karbitan. Ia didera gosip segala rupa, mulai dari istri simpanan bos perusahaan rekaman, gemar pesta, hingga mabuk.


Kalau gak salah, belum dua bulan ia mengalami kecelakaan. Mobilnya ringsek dan wajahnya rusak akibat kecelakaan. Setelah itu ia menghilang cukup lama hingga kabar kematiannya malam ini.


Tragis!!


Semoga arwahnya diterima oleh-NYA.

Minggu, 10 Desember 2006

Sang Pemimpi

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Andrea Hirata
Judul : Sang Pemimpi

Pengarang : Andrea Hirata

Penerbit : Bentang, Yogyakarta, 2006


Apa yang lebih dahsyat dari sebuah mimpi?

Bermimpi bisa jadi merupakan katalisator bagi seseorang keluar dari dunianya. Kegiatan bermimpi juga bisa dikatakan sebagai kegiatan paling azasi, yang bisa dilakukan setiap orang. Rasa-rasanya tak ada pelanggaran azasi saat kita tengah bermimpi.

Dan bagi yang percaya pada kekuatan mimpi dan perjuangan, buku karya Andrea Hirata inilah jawabannya. Novel yang sangat personal bagi penulisnya ini, sebenarnya merupakan sedikit cerita masa lalu penulis yang kini bekerja di PT.Telkom Bandung.

Ceritanya bersetting Belitung, bagian dari propinsi Bangka-Belitung, nun diujung selatan sumatera sana. Sang Pemimpi meceritakan petualangan 3 serangkai Ikal, Arai dan Jimbron menggapai mimpinya sebagai tiga anak daerah terpencil di republik ini.

Ikal yang personifikasi sang penulis adalah tokoh sentral. Ia bercita-cita menaklukkan dunia dengan bersekolah ke luar negeri. Dan Perancis adalah impian terbesarnya. Bersama Arai, sahabatnya, hari-harinya dilalui dengan bekerja keras mewujudkan obsesinya.

Tidak selamanya lurus jalan yang ia daki. Bahkan ia harus bekerja serabutan saat sekolah. Namun semua itu dijalani dengan riang. Dengan bumbu kenakalan khas anak, cinta monyet remaja belasan tahun, novel ini mengajarkan banyak hal tentang kesederhanaan, kesetiakawanan dan perjuangan. Tiga hal yang kini amat sulit ditemui dalam kehidupan yang hedonis.

Bagian yang mengharukan menurut saya, adalah saat mereka harus berpisah selepas SMA. Ikal dan Arai merantau ke Jawa (baca: Jakarta) sementara Jimbron memilih tetap di Belitung. Jimbron yang berbicara gagap memberi hadiah celengan kuda yang selama ini ia tabung untuk kedua sahabatnya. Karena sadar kemampuan berfikirnya terbatas, ia memilih tidak ikut mewujudkan obsesi keliling dunia bersama kedua sahabatnya itu. Namun ia menitipkan celengan itu, sebagai bukti kesertaannya menggapai mimpi bersama.

Buku ini sebenarnya merupakan lanjutan Laskar Pelangi (LP) dan bagian dari tetralogi penulisnya. Meski belum sempat membaca LP, saya tetap bisa mengikuti buku ini hingga tuntas.

Sang penulis memang piawai membawakan ceritanya. Bahkan bahasa yang digunakan Andrea Hirata sangat indah. Penulis tampaknya mengembalikan keindahan bahasa pada porsinya. Padahal semula penulis tidak begitu yakin karyanya bisa terbit sebagai buku, mengingat ia tidak menggunakan bahasa gaul elu, gue di bukunya. Karena belakangan buku-buku sastra yang beredar di pasaran sangat "Jakarta". Sementara buku ini berada di luar jalur itu.

Kamis, 07 Desember 2006

Sarmila

Quote of the Day:


"saya berharap pada pihak-pihak yang menzalimi suami saya agar tidak bertindak semena-mena."


(Sarmila, istri Yahya Zaini soal kasus asusila suaminya dengan artis Maria Eva)


Komentar saya: siapa ya sebenarnya yang menzalimi ????  Bukankah suaminya juga menzalimi wanita lain dan istrinya sendiri? Apakah ini sebuah kesetiaan buta seorang istri terhadap suami? Hmmmm...

Rabu, 06 Desember 2006

The Kite Runner

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Khaled Hosseini
Penerbit Qanita, Bandung, 2006

"...lebih baik disakiti oleh kenyataan daripada dinyamankan oleh kebohongan"

Barangkali apa yang dikatakan tokoh Baba dalam buku ini merupakan refleksi anti kemapanan. Ia bersama anaknya memilih menyingkir keluar negeri di tengah situasi sosial politik yang tak menentu di Afganistan negerinya. Karena tak sepaham dengan rejim yang berkuasa, lebih baik ia menghadapi kenyataan yang pahit sebagai warga imigran di negeri baru.

Tapi apa yang dilakukan Baba--sang ayah, justru kebalikan dengan Amir--sang anak. Ia justru menyimpan 'kebohongan' masa kecilnya hingga dewasa, hanya demi melindungi kenyamanan diri. Amir menyimpan rapat kisah Hassan kawan kecilnya --yang juga anak hazara (pembantu)-- yang sempat 'disodomi' oleh seorang pemuda.

Di kemudian hari, Amir menyesal telah menjadi begitu pengecut saat Hassan disakiti dan tak mampu menolong. Ia juga menyesal (kemudian) karena ternyata Hassan adalah adik tirinya!

Kisah The Kite Runner sendiri memang berputar pada diri Amir dan Hassan. Keduanya dikenal jago mengejar layang-layang, kebiasaan yang sempat mentradisi di Afgan sebelum negeri ini hancur oleh perang saudara. Cukup unik, apalagi dibungkus dengan latar sosial politik Afganistan yang bergolak.

Yang cukup mengejutkan, Khaled Hosseini sang penulis adalah seorang dokter asal Afganistan. Gaya bertuturnya benar-benar mengalir, enak diikuti. Tak salah jika buku ini diganjar sebagai buku best seller oleh New York Times.

Seperti Amir, Khaled juga lari dari negerinya ke Amerika Serikat karena kondisi politik negerinya yang kacau balau. Ia memilih belajar kedokteran dan menetap di California hingga kini.

Kisah berlatar kehidupan Asia dan timur tengah memang menarik. Sebelum ini saya sempat kepincut dengan Jumpa Lahiri--pengarang asal India yang juga imigran di Amerika. Bukunya --Penafsir Kepedihan--benar-benar dahsyat. Saya seperti menjadi seorang India saat membacanya.

Namun berbeda dengan Khaled yang mengurai cerita tentang masa lalunya di Afgan, Jumpa justru banyak mengeksplor benturan budaya India di negeri barunya. Meski berbeda, karya kedua pengarang Asia ini sama-sama mendapat sambutan meriah di Amerika. Dan bukunya pun laris manis.


Senin, 04 Desember 2006

Ironi Sebuah Bandara




Bandara lazimnya menjadi tempat yang nyaman bagi para pengunjung, entah itu calon penumpang atau sekedar pengantar. Untuk yang satu ini, tampaknya bandara di tanah air belum ada yang memenuhi syarat. Pun, bandara terbesar di Indonesia Soekarno - Hatta di Cengkareng.

Nah, gambar-gambar berikut adalah secuil suasana di bandara Fatmawati Bengkulu. Situasi ini mungkin tidak setiap hari terjadi, tapi hanya saat keberangkatan jemaah haji. Tapi apapun itu, mestinya bandara tetap tertata kenyamanannya.

Di bandara ini --kenyamanan adalah barang mahal. Lihat saja di halaman bandara, ada penjual es krim, mainan hingga atraksi permainan odong-odong.

Ruang tunggu? hmmm...nggak bangget... pengantar dibiarkan keleleran di luar gedung dalam kondisi kepanasan dan kelelahan. Belum lagi toiletnya yang bau, penuh lalat dan ....gak ada airnya. Huh, mau buang hajat terpaksa nunggu hingga pesawat datang...:(

yang lebih ngaco, ada petunjuk mushola yang salah pasang. mushola letaknya di bawah papan petunjuk, tapi itu panah di papan mengarah ke tempat lain ....di parkiran.

10 Tahun Kami

Start:     Dec 14, '06 12:00a
Hari ini 10 tahun lalu kami menikah di sebuah desa di Nganjuk Jawa timur.

Mohon Do'anya....

Nama: Sopiyah binti Murbiyi

Kloter/ embarkasi : 7 Bengkulu/ Padang

Maktab : 16 / Jubaikah

Rumah No : 301 - 307

Hari senin, 4 Des'06, setelah melalui proses yang melelahkan, ibuku berangkat ke Padang melalui Bengkulu, untuk selanjutnya ke tanah suci (selasa, 5 Des'06) untuk beribadah haji. Perjalanan yang penuh ujian, karena saat mendaftar di Jakarta, bapak nyaris tak yakin ibu bisa berangkat. Sebab kuota Jakarta hingga tahun depan masih penuh dengan daftar tunggu, waiting list.

Ketika tawaran ikut kloter Bengkulu datang dari adiknya, ibu tak menampik. Gerilya pun disiapkan, strategi pun diatur jauh hari. Meski cukup rapi dan penuh perhitungan, bapak ibu yang mengurusnya sendiri terlihat pontang-panting.

Perjalanan udara Jkt-bengkulu selama persiapan haji, layaknya naik bus dalam kota bagi bapak-ibu. Tekad bapak memang kuat, ingin menghajikan ibu dari uang pensiun yang diterimanya tahun lalu. Dan ibu pun tak kalah kuat, ingin berhaji tahun ini, "Mumpung masih sehat," katanya suatu kali. Meski alasannya tidak bisa diamini, karena belakangan ibu kerap sakit.

Tapi melihat tekad ibu, siapa lah anaknya yang tak mendukung. Dan hari minggu aku menyusul ibu-bapak yang sudah lebih dulu di bengkulu.

Sehari sebelum berangkat, ibu terlihat sangat cerah dan bahagia, akhirnya niat sekian tahun terwujud juga. Tapi menjelang berangkat aroma kesedihan terpancar kuat di wajahnya, karena hanya bapak dan aku anak sulungnya yang mendampingi. Sementara dua anak dan 6 cucunya tak ada di sampingnya.

Jangan gusar bu, kami semua mendukungmu dengan do'a. "Do'a kan ibu tetap sehat dan selamat ya.." Begitu pintamu pada kami. Sangat sederhana, sesederhana pribadimu, ibu.

*foto ID card ibu