Minggu, 21 Agustus 2011

7 Days With March batch 2 Dimulai



#Day 1

Jiaaaah …..akhirnya hari yang ditunggu pun tiba.

Batch kedua dari 4 pekan petualangan dengan mobil Nissan March pun dimulai. Sejak terpilih sebagai satu dari 28 blogger dalam program #7DaysMarch, impian menunggangi Nissan March memang membayang dalam benak.

Hmm… sepertinya asyik nih mengendarai city car yang meraih penghargaan sebagai “Car of the Year 2011″ dari Otomotif Award 2011. Saya juga bangga karena dipilih dan dipercaya mencicipi mobil selama sepekan, dan mobilnya bukan sembarangan, tapi mobil dengan sejumlah kelebihan. Kalau harus membandingkan dengan “si berat” mobil di rumah, pastinya mobil ini bakal lebih ciamik.

Semula saya mendambakan dapat March oranye yang warnanya catchy itu. Namun karena harus balik lagi ke kantor secepatnya, saya langsung minta mobil yang ada tanpa sempat pilih-pilih.

No Premium, please!

Setelah pengecekan kendaraan oleh panitia, mobil diarahkan ke SPBU Shell yang letaknya berseberangan dengan kantor Nissan Motor di MT.Haryono Jakarta untuk pengisian BBM. Oya, karena bakal menemani aktivitas selama sepekan, saya beri julukan bagi March ini sebagai si mungil. Julukan yang pas, sesuai bentuknya yang kompak.

Kesan pertama dengan si mungil, mobil ini ternyata lega! Ruang kemudinya cukup nyaman dan saya masih bisa bergerak dengan bebas dan nyaman.

Saat membawanya turun ke jalan, sempat ada rasa was-was. Maklum bukan punya sendiri, takut begini, takut begitu, lantaran sebelumnya sekalipun tak pernah pakai mobil pinjaman. Kalau mobil di rumah ngadat atau sedang di bengkel, saya lebih senang ‘ngangkot’ daripada pinjam mobil teman atau kakak ipar.

Namun kecemasan pun sirna begitu si March membelah jalanan padat Pancoran. Tarikannya lumayan. Saya tak perlu menginjak gas terlalu dalam selama membawa si mungil di tengah lalin yang rame lancar itu.

Sorenya, saya tiba di rumah beberapa saat setelah Adzan Magrib. Saya batalkan puasa dulu dengan secangkir teh hangat. Segarnya….

Setelah shalat Magrib sayapun menjemput krucil-krucil dengan bundanya yang sedang bukber di sekolah. Ini sudah diwanti-wanti istri sejak siang, dan tidak boleh tidak alias “harus”.

“Jemput ya dengan mobil baru…”

Begitu rombongan lenong menaiki March, kekaguman tanpa paksaan pun keluar dari mulut mungil dua bocah kami.

“Enak ya mobilnya….”, ujar si kecil.

“Gak berisik kayak mobil kita…” :(

Saya hanya tertawa mendengarnya. Saya percaya pujian paling tulus atau kritikan jitu itu datangnya dari anak-anak. Karena dilontarkan tanpa pretensi apapun.

Malam pertama dengan March saya akhiri dengan membawanya ke rumah kakak ipar, yang tinggal bersebelahan komplek dengan kami. Rupanya mereka kepincut dengan bentuknya yang kompak, dan meminta anak sulungnya menjajal mobil. Mereka antusias karena sudah kenal dengan produk Nissan sebelumnya, yakni Grand Livina yang hingga kini masih nangkring di garasi mobil mereka.

“Wah ini sih cocok buat kuliah,” kata kakak ipar.

Baiklah kalau begitu, beliiin satu dong anaknya….hehehe…

Senin, 31 Januari 2011

Kopdar Sejenak Dengan Fazli

Fazli seorang kawan MP-ers dari negeri jiran Malaysia sedang berlibur di Jakarta. Kedatangannya cukup mendadak lantaran tak direncanakan jauh-jauh hari. Ia pun hanya sempat mengontak beberapa kawan di Jakarta. Beruntung akhirnya ada kawan MP-ers yang menerima Fazli menginap di apartemennya.

Setelah bersay-hi sejak pagi, sore tadi akhirnya saya bertemu Fazli di Mal Kelapa Gading. Pertemuan yang aneh menurut saya. Bagi Fazli kunjungannya kali ini adalah yang pertama di Kelapa Gading, sedangkan saya juga pertama kalinya menginjakkan kaki ke MKG. Ndeso ya... hehehe... Maklum orang timur, biasa main ke kawasan timur dan selatan Jakarta. Bagi saya kawasan KG itu antah berantah. Ke KG sih pernah, tapi main secara khusus ke MKG yang tersohor itu ya baru kali ini. :)

Pertemuan dengan Fazli yang memiliki MP ID Ilzaf, berlangsung seru. Dua jam kita ngobrol berbagai hal, mulai dari asyiknya pertemanan di MP, FB, hingga kopdar Fazli dengan beberapa MP-ers Indonesia di KL. Fazli juga berjanji akan menjadi tuan rumah jika saya berkunjung ke KL suatu hari nanti.

Minggu, 11 Juli 2010

Jika si Ganteng SMP

Tahun ajaran ini putra sulung kami, M.Ihsaan Ramadhan mulai belajar di sekolah lanjutan. Setelah pindah rayon ke Jakarta dan tak dapat sekolah negeri dekat rumah, akhirnya ia dapat sebuah sekolah MTs Negeri percontohan di kawasan Ciracas, Jakarta Timur. Lumayan jauh dari rumah, setidaknya jika dibandingkan dengan sekolah SD-nya dulu yang cuma 3 kilometer dari rumah.

Letak yang jauh sempat membuat sang bunda ketar-ketir, maklum anak pertama dan cowok satu-satunya. Selama ini ia sekolah cukup bersepeda atau naik angkot seribu perak. Sekarang harus menempuh perjalanan yang cukup jauh, melewati tol dan terminal bis Kampung Rambutan. Apalagi sekolahnya juga lebih pagi dari kawasan Bekasi yang masuk jam 07.00, sementara di sekolah barunya jam 06.30 WIB.

Setelah saya yakinkan, sang bunda pun mengizinkan. Sebenarnya kekhawatiran sang bunda beralasan karena si sulung harus bersentuhan dengan terminal bis tiap hari. Khawatir terjadi hal-hal tak diinginkan, seperti tindakan kriminal yang kerap terjadi di terminal atau tawuran.

Tapi saya berpendapat, Ihsan harus diberikan pengalaman hidup yang lebih luas. Caranya dengan banyak bersentuhan dengan lingkungan, apapun lingkungan itu. Tujuannya agar ia memperoleh pengalaman hidup, belajar memutuskan sesuatu, dan belajar bertanggung jawab terhadap pilihannya.

Bagi Ihsan ini adalah babak cukup penting dalam hidupnya. Sekali lagi kami memberikan pelajaran kepada dia untuk berani mengambil dan menentukan sebuah keputusan. Ini memang sederhana. Tiap hari ia bakal dihadapkan banyak pilihan. Mulai dari pilihan moda transportasi, rute, sampai pilihan untuk jajan atau bawa makanan dari rumah.

Saya memang mengajarkan pada anak-anak untuk berani mengambil keputusan, meski awalnya berat karena sangat berbeda dengan zona nyaman yang selama ini mereka hadapi. Sekolah jauh dari rumah tentunya butuh perjuangan ekstra, karena mesti bangun lebih awal, berangkat lebih pagi, dan beresiko naik turun kendaraan umum berkali-kali.

Meski kebayang repotnya, saya sengaja menghadapkan Ihsan pada kondisi demikian. Agar ia berpikir bahwa untuk mencapai sesuatu mesti berjuang dari bawah.Tak ada yang instan.

Sebenarnya kalau mau gampang ia bisa saja ikut dengan antar jemput sekolah seperti yang pernah ia ikuti saat SD dulu. Prakltis meski mahal. Relatif aman dan tak perlu naik turun dari rumah ke sekolah. Tapi ia memilih berangkutan umum. Sebuah pilihan yang saya acungi jempol, sebab dengan begitu ia akan banyak berinteraksi dengan segala karakter orang, bertemu orang yang berbeda, dan belajar menempatkan diri dalam berbagai kesempatan dan suasana.