Sejak memutuskan bermotor ke kantor awal puasa lalu, ada kata-kata yang kerap mampir ke telinga saya, “Hati-hati ya Yah...!” Kata-kata ajaib ini begitu sakti bagi saya. Setiap kali menekan gas motor selalu teringat wajah 3 kurcaci di rumah saat berucap “Hati-hati..ya Yah”.
Itu juga yang terngiang di telinga saat pagi tadi melewati kawasan Cilangkap. Dengan sangat hati-hati saya lewati sebuah sekolah TK yang berada di sisi jalan. Baru beberapa saat saya lewati sekolah tadi, tiba-tiba “brak!”. Saya toleh ke belakang...seorang anak TK tergeletak menangis kesakitan.
Suasana berubah heboh, dan saya langsung menepikan motor ke halaman sekolah. Si anak langsung diurut guru sekolahnya. Tanpa banyak bicara saya dekati si anak dan minta maaf padanya. Bagi saya ini lebih penting daripada saya ngoceh mengenai posisi saya saat si anak menabrakkan tubuhnya ke motor saya.
Menurut keterangan seorang ibu, di lokasi yang sama kerap terjadi insiden serupa. Ini terjadi lantaran letak sekolah lebih tinggi dari jalan. Dan anak-anak terbiasa berlari menuruni tanjakan sebelum sampai ke jalan raya. Tanjakan itu sendiri lumayan curam, dan bagi anak-anak yang kelebihan tenaga bisa jadi ajang meluncur yang mengasyikkan meski berbahaya.
Akhirnya saya ajak si anak dan ibunya ke tukang urut terdekat. Alhamdulillah tak ada ‘kerusakan’ berarti di tubuh si anak menurut pengurutnya. Bocah yang kemudian saya tahu bernama Bagas, hanya menderita memar sedikit di kaki dan pinggang.
Ok, Bagas, cepat sembuh ya nak...maafkan oom ya!!!