Jumat, 21 November 2008

Reuni Kecil kelas I-2 SMP 11




Wow apa jadinya 22 tahun gak ketemu temen lama? Yang ada pastinya rame. Ternyata si ibu ini sudah punya anak 3, si ibu itu jadi dokter, si X masih lajang. Pokoknya seru abis.

Meski ini bukan ketemuan pertama bagi sebagian besar yang datang, karena mereka sempat barengan di SMA 6 Mahakam Jakarta. Tapi Ini ketemuan pertama buat gw sama mantan teman sekelas waktu SMP 11 Kebayoran Baru. Waktu itu kita sekelas tahun 1983-1984. Kebayang kan dulu culunnya kita. Eh ketemuan lagi, dan tentunya ....masih culun! hihi....

Thx untuk Buchori, Arivin, Prima M dan S, Desy, Ristina, Desyana, Lina, Reny, Eva Jujuk. Sayang yang kita tunggu bos Yogi gak sempat gabung. Padahal mau ditodong traktiran.

Next time semoga yang ikutan lebih banyak.

*lokasi Chatter Box Cafe, Citos Jakarta, Jum'at 21 Nov'08.

Jumat, 14 November 2008

Ada yang Tahu?

Kenapa saya tak bisa posting tulisan ya?

Bahan yang sudah saya buat di word, saya copy paste kemari selalu ditolak. Selalu muncul tulisan javascript..bla..bla..

Ada apa ya?

Senin, 03 November 2008

Luka di Champs Elysees

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Rosita Sihombing
Cerita mengenai TKI seolah tak ada habisnya. Kabar yang mencuat umumnya selalu kisah pilu. Kalaupun ada cerita manis, sering hanya menjadi bumbu. Lebih banyak cerita miris yang sampai ke telinga. Padahal TKI kerap disebut sebagai pahlawan devisa, lantaran derasnya arus uang yang mengucur ke tanah air dari sejumlah negeri di timur tengah atau Asia Timur.

Tapi yang terjadi, mereka selalu beroleh perlakuan menyakitkan. Tak hanya luka batin, bisa pula sakit badan. Bahkan tak sedikit yang berujung pada kematian.

Buku karya Rosita Sihombing ini memotret sedikit pilu yang dihadapi sosok pahlawan devisa. Belum banyak memang karya fiksi yang dengan sengaja memotret pekerja migran sebagai tokoh sentralnya.

Sebelumnya Wina Karni, pekerja migran di Hongkong pernah menuliskan kisah-kisah pilu yang dialami pekerja migran dalam bukunya. Kisah yang ditulis Wina sebagian merupakan pengalaman empiris penulisnya. Karenanya, membaca kisahnya seolah mendengar curahan hati seorang TKI.

Berbeda dengan Wina, Rosita bukanlah pekerja migran. Kendati demikian, Ita cukup serius melakukan riset mengenai keberadaan TKI yang terdampar di Paris. Ia melakukan riset cukup panjang sebelum melahirkan karyanya ini. 4 tahun dibutuhkan untuk mengumpulkan bahan mulai dari kehidupan para imigran illegal di Perancis hingga kerumitan pemakaman ala Perancis.

Hasilnya? Tak mengecewakan, meski tak bisa dibilang sempurna. Ita dengan piawai mengaduk-aduk emosi saat memaparkan situasi batin Karimah -TKI asal Lampung yang mengalami perlakuan tak menyenangkan dari sang majikan asal Arab.

Cerita seru sebenarnya terjadi begitu Karimah memutuskan kabur dari cengkeraman majikan yang tengah berlibur ke Paris. Saya membayangkan Karimah bakal seperti Macaulay Culkin di Home Alone yang tersesat di New York. Ia bakal menemui banyak kesulitan di negeri yang bahasanya tak ia mengerti.

Tapi yang terjadi, justru bagian ini paling sedikit dieksplore oleh penulis. Setelah kabur, ada bagian yang loncat hingga akhirnya sang tokoh melahirkan anak. Padahal kalau saja Ita sedikit sabar dan menuliskan lika-liku perjuangan Karimah setelah kabur, ceritanya akan jauh lebih mencekam.

Selain itu, model penceritaan dengan tokoh 'aku' ternyata membatasi keluasan imaji penulisan. Tak diceritakan bagaimana situasi pasca kaburnya karimah dari sisi sang majikan. Saya bayangkan pasti complicated! Sebab menyangkut nasib manusia, sang majikan pasti mencari-cari keberadaan sang TKI.

Selain masalah tadi, ada beberapa hal yang cukup mengganggu. Di awal saya mendapati ketidak konsistenan penyebutan nama, entah ini kesalahan penulis atau kesalahan cetak dari penerbit? Misalnya di halaman 29, 32 dan 33. Berkali-kali penulis menuliskan Marina, TKI lain yang satu rumah dengan Karimah sebagai Marinah. Ini membingungkan, karena seolah ada tokoh lain di rumah itu.

Lepas dari itu, buku ini menarik diikuti. Saya nyaris tak percaya kalau ini adalah novel pertama penulis. Karena penulis yang sudah mukim di Perancis sejak tahun 2003, berhasil membangun imaji pembacanya mengenai Paris secara detil. Keindahan Champs Elysees terekam dengan begitu gamblangnya. Ia juga berhasil menggambarkan dua hal yang bertolak belakang, luka batin seorang TKI di sebuah kota yang gemerlap dan menggoda. Seolah menggambarkan putaran nasib, ada luka, juga ada suka.

*foto ninis bergaya ala Karimah