Senin, 19 Juni 2006

Nostalgia Jadul

http://lapanpuluhan.blogspot.com/
Blog tentang era 80-an. Lumayan buat mengenang jaman kecil dulu. Buat lucu-lucuan aja, karena kita hidup bukan dijaman ini saja. Tapi ada masa lalu di sejarah hidup kita.

Segalanya tentang buku


http://www.inibuku.com/
Situs toko buku online lokal. Lumayan bisa ngingetin info buku terbaru.

Minggu, 18 Juni 2006

[Iseng] Film Masa Kecil


Kadang saya ingin kembali ke masa kecil dulu, 20-an tahun silam, saat saluran tv cuma ada satu, TVRI. Saat itu, menonton tv jadi ritual menyenangkan selain membaca. Ada beberapa acara tipi yang sampai kini membekas hebat dalam benak saya, dan mungkin jutaan anak Indonesia sejaman.


Saat itu rumah kami di Kebayoran Lama, Jakarta belum diterangi aliran listrik. Untuk menonton tipi, bapak harus men-charge 'aki'. Kalau 'aki' habis, biasanya numpang nonton ke tetangga satu kampung. Belum tentu sebelah rumah, karena dulu belum semua warga kampung kami yang memiliki tipi.


Saya dan juga kawan-2 seangkatan punya kegemaran tontonan yang sama, maklum nggak ada pilihan lain. Film-film seperti Chips, The Saint, Six Million Dollar Man,  atau BJ & The Bear jadi teman kami sehari-hari. Kalau nggak nonton sekali, kayaknya rugi karena ketinggalan bahan obrolan dengan kawan di sekolah.


Tapi ada satu film yang luar biasa dahsyatnya bagi saya, bahkan hingga kini masih terkenang-kenang, yakni kisah keluarga Laura Inggals Wilder dalam Little House on The Prairie. Terlepas isinya yang mengajarkan prinsip-prinsip agama tertentu, namun tayangan ini memberi banyak hal. Misalnya persahabatan, nilai keluarga dan kekerabatan. Suatu hal yang mulai langka, setidaknya di ibukota Jakarta. Jujur, saya rindu pada film sejenis ini. Saya sumpek melihat tayangan sinetron yang hanya memotret kehidupan kelas atas, dan melupakan 'kehidupan' lain masyarakat kita, yang rata-rata masih miskin.


Kapan ya ada film atau sinetron lokal dengan cara bertutur seperti Little House?

[Iseng] Cover Time



Iseng-iseng nyari gambar di google, eh ketemu beberapa wajah Indonesia di covernya Time. Jumlah orang Indonesia yang pernah jadi sampul majalah ini ternyata belum seberapa, bahkan bisa dihitung dengan sebelah tangan.


Saya tidak tahu pasti, mungkin ada tokoh lain yang jadi sampul majalah. Tapi yang saya temukan cuma ada Bung Karno, Pak Harto, Mega, gus Dur dan Iwan Fals. Ya, Iwan satu-satunya musisi Indonesia yang pernah dibuat covernya oleh Time. Uniknya, Bung Karno lebih dari sekali dijadikan cover "Time". 


Siapa yang bakal nyusul ya....

Sabtu, 10 Juni 2006

Sctv, Bola dan Mbak Titiek

Kontroversi mungkin adalah bahasa mudah untuk cari perhatian. SCTV dengan World Cup sebenarnya  tak perlu menggunakan kata ini hanya untuk sekedar programnya dilihat pemirsa.


Penggunaan Siti Hediati Suharto (dulu dikenal sebagai Titik Prabowo) sebagai host pertandingan WC (singkatannya enggak enak banget) pastilah dilandasi keinginan sekedar beda dan kontroversial. Sebagai figur publik, Titik dengan embel-2 Suharto-nya pasti memenuhi kriteria tersebut. Tapi, keterlaluan sekali kalau Sctv dengan menyandang nama besar stasiun serta program yang pasti laik jual, 'terpaksa' menggunakan figur yang tak kompeten sebagai host.


Kekurangan uang? Saya pikir tidak. Sctv tentunya lagi punya uang banyak dengan membeli hak siar WC di Indonesia. Apalagi sepakbola adalah tontotan dengan jumlah pemirsa terbanyak di seluruh dunia.


Mungkin hanya sedikit yang tau kalau mbak Titik adalah pemilik Sctv sekarang. Tapi, apa iya sih pemilik harus tampil di layar? Ngomongin sepak bola lagi!! Duh!


Soal Titiek, baca juga di sini 

Sabtu, 03 Juni 2006

Cerita Kecil dari Klaten


Pasca gempa di Yogya dan Jateng, seorang kawan, sebut dia Agus Klaten masuk kantor setelah beberapa hari mudik ke kota kelahirannya, dengan cerita mengharukan. Kepulangannya ke Klaten bukan untuk wisata atau kangen-2an, tapi menengok orang tua dan keluarganya pasca gempa. Ia berangkat ke Klaten saat hari-H gempa, Sabtu siang.

Agus cerita, rumah keluarganya di Klaten ambruk tak berbekas karena gempa. Untungnya, semua anggota keluarganya selamat, sehat wal afiat. Paling hanya menderita luka ringan di tangan dan kaki. Syukur alhamdulillah, kataku.

Tapi, lanjutnya, setelah itu justru cerita miris yang terdengar. Ibunya tak bisa mendengar suara gemuruh sedikitpun. Mendengar suara sepeda motor langsung kabur ketakutan. Adiknya yang kelas 1 SD menjerit ketakutan mendengar desau angin kencang. Belum lagi perasaan nelangsa yang keluar saat memandangi bangunan rumah mereka kini tak lagi bersisa.

Sang adik dengan keluguannya sambil menangis kerap berucap,"Mak, rumah kita ndak bisa ditempati lagi....kita nanti tinggal dimana, Mak." Mereka yang mendengar hanya urut dada pilu.

Saat bersama anggota keluarga adalah waktu paling berharga bagi korban gempa. Biasanya mereka bisa berbagi cerita, tentang apapun. Seolah duka yang tengah mereka rasakan, bukanlah beban. Tapi, usai semua keluarga berlalu pulang atau istirahat, yang bersisa hanya kehampaan. Merenung, merenung dan merenung. Duh!

Hingga 4 hari pasca gempa, keluarga kawan di Wedi, Klaten ini tak berani tidur di dalam rumah atau bangunan. Mereka milih tidur di tanah, atau diatas tikar, sebab tak ada tenda darurat atau kasur bersisa. Karena sepanjang mata memandang, rumah warga di desa ini tak ada yang utuh lagi.

Agus bahkan berkisah, ia terpaksa ikut menjarah bantuan pangan yang sempat lewat di desanya. Kalau tak ikut menjarah, ia khawatir adik-adiknya yang kecil atau emak-bapaknya tak kebagian makanan. Cara lain yang ia lakukan untuk bisa bertahan hidup adalah dengan mengemis di jalan raya, berharap sedekah dari orang lewat untuk membeli penganan sekedarnya. "Abis bantuan belum satupun yang masuk khusus ke desaku," ujarnya. Bantuan yang mereka jarah, sebenarnya adalah bantuan yang nyasar ke desa tetangga yang tak seberapa parah.

Ia juga bercerita, seorang tetangganya yang pernah merawatnya semasa kecil dulu, ditemukan tewas gantung diri dengan stagen, karena tak kuat menanggung derita. Si mbok tak kuat harus mencari makan seorang diri, setelah suaminya tewas karena gempa. Belum lagi bayangan tak memiliki rumah, membuat ia depresi dan memilih mengakhiri hidup dengan cara seperti itu. Aduh!

Agus berkisah tanpa ekspresi kesal pada pemerintah. Baginya, ini nasib, tak perlu ada yang dipersalahkan. Karena tak ingin keluarganya menderita, kini keluarganya terpaksa ia titipkan ke sejumlah saudara di Sragen.




Jumat, 02 Juni 2006

Himbauan Untuk Penyumbang Gempa


Bagi kawan-2 yang hendak menyumbang korban gempa, himbauan ini mungkin ada gunanya.


====================================
Harap kepada masyarakat Nasional dan International
belajar dari pengalaman gempa di Aceh dan Nias untuk:

1.
Tidak menyumbangkan bantuan berupa susu bubuk. Apalagi susu formula. Maksud baik Saudara-saudara bisa disalurkan dengan bantuan air dalam Kemasan jauh lebih bermanfaat. Tanya kenapa? Karena dalam keadaan
darurat seperti pasca gempa bumi di Yogya, air bersih siap minum akan susah didapat
dan perilaku untuk memasak air sampai betul-betul mendidih sulit dilaksanakan. Karena ketidakterserdiaannya kompor dan bahan bakar memasak.


 


Penggunaan susu bubuk dan susu formula dengan metode yang kurang benar dan tempat minum yang tidak bersih, malah akan menimbulkan wabah diare di kalangan korban bencana.


 


2. Tidak menyumbangkan botol dot, alasannya sesuai dengan sebab di atas.

Sumbangkanlah Hand Sanitizer dan Sabun yang banyak, karena akan melindungi anak dan kita dari diare. Ingat 50% perlindungan dari penyakit cukup di dapat dari cuci tangan dengan sabun.

Memang susu bubuk / formula itu enak dan disukai orang dewasa dan anak/bayi, namun mohon dipahami, dalam keadaan tanggap darurat seperti ini, mendorong ibu-ibu dan mendukung gizi mereka optimal dengan makanan (bukan susu bubuk juga) agar terus dapat menyusui anak-anak mereka merupakan tindakan paling tepat.



Air susu ibu merupakan sumber gizi teraman, Termurah, Praktis, dan Terlengkap. Terlengkap bagi anak 0 – 6 bulan.


Dr BUDHI SETIAWAN
Health and Nutrition
UNICEF Indonesia
Banda Aceh

For every child
Health, Education, Equality, and Protection
ADVANCE HUMANITY