Senin, 12 Maret 2007

Apa Jenis Kelamin Pekerjaan Anda ?

Saya tak tahu darimana awalnya adanya klasifikasi pekerjaan di dunia ini. Pekerjaan domestik ngurus rumah tangga misalnya, mengapa dikatakan identik dengan perempuan. Sementara pekerjaan lain seperti benerin genteng yang bocor atau mobil rusak, kenapa juga dibilang kerjaannya lelaki.


Saya sempat agak terganggu dengan kenyataan ini. Bukan apa-apa, karena saya dan juga istri termasuk golongan yang tak pernah pusing dengan klasifikasi tersebut. Apa yang bisa saya kerjakan di rumah, saya akan kerjakan. Misalnya memandikan anak, masak, atau mencuci piring. Saya tak merasa derajat saya sebagai lelaki turun hanya karena mencuci piring kotor. Pun tak merasa gengsi hanya karena memandikan anak.


Bahkan saya malah merasa bangga dengan kebiasaan memasak --meski nggak terlalu ahli--karena kerap beroleh pujian dari anak-anak. Bagi anak-anak, kebisaan itu berarti mereka tetap bisa makan enak, meski sang bunda tak selalu ada di rumah.


Kami terbiasa bahu membahu mengerjakan beberapa kerjaan di rumah, terutama yang berhubungan dengan anak. Memang tidak semua pekerjaan, karena sebagian pekerjaan tetap dibantu bibi asisten.


Apa yang kami lakukan adalah hal biasa. Namun tidak bagi sebagian kawan. Bahkan ada beberapa kawan dari suku tertentu yang enggan melakukan pekerjaan domestik, hanya dengan alasan sebagai 'pekerjaan perempuan'. Heh!


Saya pikir pandangan itu cuma mitos, ternyata benar. Seorang kawan pernah minta dibelikan ayam potong di sebuah hypermart untuk istrinya. Anehnya, dia enggan membawa barang belanjanya dengan alasan "MALU" sebagai lelaki ketahuan belanja. Katanya, selama menikah ia belum pernah belanja seperti itu. Karena menurutnya, itu pekerjaan istri!


So, apa benar pekerjaan itu punya jenis kelamin? Saya kok tak percaya itu, karena yang mengklasifikasikan pekerjaan itu manusia sendiri. Jadi sangat tidak adil jika ada pekerjaan tertentu --pekerjaan domestik misalnya-- dikatakan pekerjaan perempuan. Atau pekerjaan lainnya yang disebut pekerjaan lelaki.


Mungkin masalah kelaziman saja, atau berat ringannya pekerjaan yang dihubungkan dengan fisik lelaki/perempuan. Kalau yang ini bisa dimengerti.

36 komentar:

  1. hehehehe Klo di T4 anna malah si Mas yg masakin ... trs bukannya Anna yg ngeladenin ehhh malah byk-an diladenin
    BTW klo kita yg tggl disini, semua mua kerjaan rmh kita kerjain bareng2, mo masak, masukin cucian ke loundry bahkan belanja... Ga ada pembokat Mas, jd mesti bareng2 jd pembokat di rmh sdiri

    BalasHapus
  2. yep...gw tau soal klasifikasi kerjaan ini.
    tapi gw setuju ama lo untuk ga memilah kerjaan dengan pertimbangan jenis kelamin.
    bukankah lebih baik kalo kita bisa ngerjain semua? *imho*

    BalasHapus
  3. pengen juga disini gak ada asisten di rumah. mestinya sih bisa ya mbak. mungkin baru bisa kalo 'harga' mereka melangit.

    BalasHapus
  4. Ini hanya pengalaman pribadi. Tak ada maksud untuk membanding-bandingkan dengan siapapun. Sama sekali tidak. Suami juga membersihkan rumah, belanja ke supermarket (saya justru hanya sekali2....) bahkan memasak. Kecuali masakan Indonesia, ini mutlak saya kerjakan sendiri. So'alnya doi masih bingung dengan atribut alat masak seperti wajan en panci yang gede2 hehehe......
    Ngga ada klasifikasi pekerjaan untuk pria atau wanita. Sama saja koq. Saya suka mengecat di rumah nah ngga apa khan. Turun naik tangga buat mengganti lampu pada plafond juga okey.

    Suami justru lebih pintar dari pada saya dalam merangkai bunga. Sekali lagi pembagian tugas itu yang penting. Apalagi bila kedua-duanya sama memiliki pekerjaan full-time.

    Salam maniise........

    BalasHapus
  5. setuju..
    gw cuma nggak habis pikir dengan klasifikasi itu. emangnya memasak itu kerjaannya kaum pere doang. lalu koki di hotel-2 itu gimana?

    BalasHapus
  6. indah sekali pengalaman mbak enni.
    kalau ini diterapkan, semua rumah tangga bak surga dong!
    thx for sharing!

    BalasHapus
  7. Abangku memang suami dan ayah teladan. Sudah lulus training gender equality niy, huehehehehe *just kidding Bang*
    Btw, dulu salah satu kriteria suami impianku adalah jago masak, ternyata melenceng, huehehehe ^_^

    BalasHapus
  8. melenceng bukan berarti nggak sayang kan sama si abang di banjar sana..

    BalasHapus
  9. kalo aku dan suamiku juga ga pernah pilih2 kerjaan. kecuali emang bener2 ga biasa. kayak menyetrika suamiku ga bisa. tapi untuk masak dia lumayanlah. dititipin belanja juga mau. aku juga ga harus panggil suami untuk nuang galon aer hehehe.. pokoknya saling bantu

    BalasHapus
  10. yang bisa dikerjain ya kerjain sendiri... ngitung2 ibadah :)

    BalasHapus
  11. padahal tugas rumah tangga itu kan tugas suami, tugas istri cuma melayani suami

    BalasHapus
  12. karena suami-istri sama-sama kerja, kerjaan di rumahpun dikerjakan bersama
    gak ada istilah kerjaan perempuan dan kerjaan laki-laki
    nyapu, nyuci, ngepel, sampe' mandiin anak, suwami hayuk aja tuh
    bahkan nyeplokin telor buat istrinya kalau si istri malem2 kelaperan :-D
    istri malah tambah respect dan makin tulus ikhlas melayani suwami lho ...

    BalasHapus
  13. sekretaris (beneran) selalu perempuan, kecuali sekretaris menteri atau sekretaris negara/kabinet, yg sering kali justru laki-laki. Bener ga?

    Terus kalo ga salah dalam bahasa Perancis dibedakan mana pekerjaan lelaki dan mana pekerjaan perempuan, paling tidak dari huruf terakhir kata bendanya, misalnya chef (koki) = laki-laki. Bener ga? :D

    BalasHapus
  14. dalam beberapa hal emang nggak perlu gender. termasuk siapa yang di atas dan di bawah? :P

    BalasHapus
  15. mendiang nyokap bokap gw ngajarin kami tentang survival.
    gimana kita mesti prepare buat hal-hal terburuk.
    dan bisa melewati itu dengan baik dan selamat.
    itu sama sekali nggak memandang gender.

    well, mestinya, semua pekerjaan perempuan, bisa juga dilakukan laki-laki.
    kecuali melahirkan dan menyusui..

    BalasHapus
  16. Biasanya perempuan lebih baik dalam melakukan pekerjaan yg multitasking, baik di kantor maupun di rumah

    Bener ngga?

    BalasHapus
  17. belum tentu.
    karena laki-laki mungkin aja lebih baik.
    asal mereka mau mengembangkan sisi feminitas dalam dirinya..

    *pengalaman*

    BalasHapus
  18. Ah!

    Seru lagi bisa masak.. Kalau lagi 'ngebentuk' badan, gue malah makin sering masak. Habis gimana caranya bikin makanan yang diet yang enak sesuai selera, kalau masih nyuruh orang lain?

    BalasHapus
  19. sisi feminin apa yg Hagihagi maksud?

    BalasHapus
  20. semua sisi feminin yang pernah elo tau.
    kecuali melahirkan dan menyusui.

    BalasHapus
  21. lelaki memasak....? gak ada salahnya........... teruskan membantu mengurus rumahtangga. Bahagia nantinya.

    BalasHapus
  22. bbrp suku memang membedakan itu.
    Termasuk batak

    BalasHapus
  23. setuju dyru, apa yang bisa dikerjakan barengan lebih enak hasilnya.

    BalasHapus
  24. setuju banget rif, ibadah memang tak terbatas di atas sajadah.

    BalasHapus
  25. gak selalu kok mas. saya pernah jadi sekretaris di senat dulu..

    BalasHapus
  26. ajaran yang bijak Gi, patut didukung!

    BalasHapus
  27. benar fazli, justru merekatkan hubungan.

    BalasHapus
  28. dulu di balikpapan suami emang gak ngerjain kerjaan RT, ga ada waktu. sampe dirumah seringnya dah malam sih. mau ke bank buka rekening aja ga sempat, jadi semua rekening atas namaku..hehe...
    tapi dia ngurus anak. waktu anak-anak masih kecil, dia yang gantiin baju dan popok sebelum mereka tidur, bikinin susu..dll..

    di pau, berhubung ga ada PRT suami yang nyuci seminggu sekali. tiap pagi mandiin anak (yg laki), nyiapin buat pergi ke sekolah dan kadang2 nyuapin. kalo hari libur dan aku lagi males masak, suami yang bikin sesuatu buat anak2 ; ceplok telorlah, bikinin mi lah...
    saling sadar diri aja. dia kerjain apa yang dia bisa, dan aku nggak pernah nuntut dia harus bantuin apa...

    BalasHapus
  29. good. memang itu inti sebuah hubungan yun.

    BalasHapus
  30. hebat euy Mas Udin, suami idaman

    BalasHapus