Kamis, 09 November 2006

DENIAS Senandung Di atas Awan

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
Judul : Denias Senandung Di atas Awan
Sutradara : John De Rantau
Pemain : Albert Fakdawer, Ari Sihasale, Marcella Zalianty, Mathias Muchus, Nia Zulkarnaen.

Sudah lama tak menemukan film layar lebar lokal yang mencerahkan. Apalagi genre film remaja dan horror saat ini begitu mendominasi, maka kehadiran Denias bak oase yang menyegarkan.

Film ini disutradarai John De Rantau, dengan produser pasangan Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen. Film ini dibintangi sebagian besar pemain asal Papua, yang umumnya bermain natural.

Ide dasar film ini sesungguhnya ringan dan mungkin biasa, keinginan seorang anak untuk terus bersekolah. Tapi yang tidak biasa adalah anak itu dari pedalaman Papua, yang hidup ditengah adat Papua yang --maaf-- masih tertinggal dari saudaranya di propinsi lain di Indonesia.

Denias --diperankan dengan sangat memikat oleh Albert 'AFI junior'-- sama dengan kebanyakan anak Papua, senang sepakbola, berburu kuskus, dan bermain. Tapi dia juga senang belajar. Dari sekian anak yang sekolah di desanya, Denias cukup menonjol. Dia cepat bisa baca tulis, dan yang lebih penting kemauannya kuat untuk 'menembus awan'. Seperti dongeng yang diceritakan sang guru (Mathias Muchus) dengan menembus awan, Denias akan dapat melihat dunia lebih luas.

Keinginan Denias sekolah juga diperkuat pesan sang mama sebelum tewas terbakar, yang ingin Denias terus sekolah. Di film juga digambarkan bagaimana untuk bisa belajar di sekolah beneran di kota, Denias harus berlari berkilo-kilo meter, melewati pegunungan, sungai dan lembah. Dan dalam 4 hari perjalanan akhirnya sampai di Timika.

Di Timika, perjuangan baru dimulai agar ia bisa belajar di sekolah Freeport. Kelucuan dan keluguan seorang anak Papua banyak terlihat disini. Misalnya saat Enos --kawan Denias-- yang bandel dan suka mencuri diminta menunjukkan raportnya jika hendak sekolah di Freeport. Tahu apa yang dilakukannya, Enos harus berlari menembus bukit, gunung dan sungai sebelum memperoleh buku raportnya. Wow!

Intinya, Denias mengajarkan banyak hal tentang semangat belajar apapun, perkawanan, cinta sesama...sesuatu yang (mungkin) mulai luntur di kota-kota besar di tanah air.

Yang menarik, film ini dibungkus dengan pemandangan alam Papua yang wow keren.... Mata saya yang terbiasa melihat bangunan kotak-2 di ibukota dan kemacetan yang semrawut, di film ini dimanjakan dengan indahnya sungai, danau, lansekap puncak gunung bersalju, hutan yang alami dan budaya Papua yang eksotis. Gak salah kalau saya kasih 4 bintang untuk film ini.

Kalaupun ada yang mengganggu, mungkin editing yang beberapa agak 'jorok' sehingga kadang mengganggu. Terus juga pesan sponsor soal TNI -kopasus tepatnya- melalui tokoh Serma Hartawan yang biasa dipanggil Maleo (Ari Sihasale). Eh, ada juga soal iklan produk yang cukup mengganggu, seperti permen Blaster, mie Kare, odol Formula dan Freeport tentunya.

Tapi, lagi-lagi saya maklumi semua keanehan tadi. Secara keseluruhan bagooos!!

Oya FYI, Denias (yang nyata) kini sedang kuliah atas beasiswa Freeport di Darwin Australia.

*Saran saya bagi kawan2 yang punya anak usia sekolah, ajaklah menonton film ini, biar tahu "Indonesia yang lain".

16 komentar:

  1. baguslah, biar film2 Indonesia tak didominasi film2 hedonisme dan horor!

    film yang bagus yang pernah lahir: Petualangan Sherina, AADC, Gie dan beberapa lainnya. Sedangkan mayoritas lainnya dangkal, monoton dan tak mencerahkan!

    BalasHapus
  2. setuju dave, banyak film lokal yang cuma pengen nyari untung doang. padahal negeri ini butuh 'makanan' rohani yang baik biar gak korupsi melulu...

    BalasHapus
  3. nonton mbak kalau sempet, atau nanti kalau VCD nya keluar kali...ajak sikecil juga ya..

    BalasHapus
  4. yap, film ini termasuk yg saya tunggu2 DVD-nya!

    BalasHapus
  5. harus nonton lho Tita, rugi kalau nggak!

    BalasHapus
  6. "Yang menarik, film ini dibungkus dengan pemandangan alam Papua yang wow keren...."

    Setuju banget, Oom.... ini yg buat saya terpikat nontonnya... jadi kepingin main2 ke pinggiran danau dan lembahnya.. :)

    "mungkin editing yang beberapa agak 'jorok' "

    contohnya??
    waktu itu cuma sempet liat jari kakinya almarhumah sang mama yang masih gerak2 waktu sudah tewas terbakar... =D

    BalasHapus
  7. bagoos...bagooos...., ntar taun depan aku tonton...

    BalasHapus
  8. menyebalkan... nonton gak ajak2... beda strata kali yeee...

    BalasHapus
  9. gw gak tahu apa karena pita seluloidnya yang keriting di tamini 21 atau karena editingnya. tp kesimpulanku karena editing. ada beberapa perpindahan adegan yang agak aneh aja.

    BalasHapus
  10. harus ditonton yun, sama anak-2 kalau bisa.
    aku sendiri belum sempet bawa anak-2 nonton, susah nyari waktu yang pas dengan jadwal sekolah anak-2.

    BalasHapus
  11. lho baru ngerasa ya kalo beda strata? hehehe....

    BalasHapus
  12. Keknya asik niy, idenya mirip2 Laskar Pelangi Novelnya Andrea Hirata tapi ya :-) walau lokasinya beda :-D

    BalasHapus
  13. iya ma, wajib tonton tuh.
    apalagi di awal ada upacara adatnya juga.
    penggabungan dengan dokumenter merupakan nilai plus film ini.

    BalasHapus
  14. Kebetulan aku tinggal di Manokwari Papua Barat. Akhir Februari 2007, film ini diputar gratis untuk semua kalangan di Lapangan Borarsi Manokwari. Walau layar tancep aja, penontonnya membeludak dan sempat cekikikan sendiri karena menggunakan logat Papua. Baru kali ini kan film layar lebar gunakan logat Papua.
    Tapi yang terpenting, kedekatan film ini dengan masyarakat Papua membuat mata mereka sedikit terbuka akan arti penting pendidikan. Anak-anak bisa punya semangat baru untuk belajar dan sekolah. Orangtua jadi sadar pendidikan itu modal supaya Papua bisa maju. Mereka menyebutnya, "Menjadi tuan di negeri sendiri.". Keinginan dan cita-cita ini tak akan berhasil tanpa SDM yang bagus.

    BalasHapus
  15. Danias memang mencerahkan.... setuju!!!!

    BalasHapus