Jumat, 14 Juli 2006

[My Family] Menjadi Sabar Karena Nabila


Pelajaran terbesar sebagai orang tua adalah mengendalikan kesabaran.


 


Sebelum menikah saya termasuk orang yang gak sabaran, cepat naik darah, terutama jika memperdebatkan suatu masalah. Tapi setelah menikah, perlahan saya bisa menata diri dan mulai mengurangi sifat buruk itu. Suka tak suka peran istriku, Ikom  sangat besar. Tapi pelajaran terbesar mengenai kesabaran, justru kudapat dari seorang gadis cilik, bukan WIL saya, tapi putri kedua kami Nabila.


 


Ya, dari Nabila Khairunnisa, nama lengkapnya.


 


Saat Nabila lahir melalui operasi Caesar, 30 Mei 2001 di RSAB Harapan Kita Jakarta, kami berharap ia menjadi perempuan yang kuat, tidak hanya secara fisik, tapi juga mentalnya. Sejak kecil dia cepat mencontoh berbagai hal, entah dari kawan mainnya, masnya, atau lingkungan sekitar kami tinggal di Kranggan.


 


Memang kadang ada kekhawatiran yang muncul dari aksi plagiat Nabila. Biasanya saya atau bundanya  akan meluruskan. Tapi sejauh ini apa yang dicontoh masih bisa ditoleransi.


 


Keuntungannya, dia lebih cepat bicara dan berjalan dari kawan seusianya. Daya tangkapnya pun luar biasa. Mungkin ini ada hubungannya dengan kebiasaan menyanyi dan mendongeng yang kerap kami berikan sebelum tidur. Hampir tiap hari ia minta kami menyanyi dan mendongeng. Bahkan jika sang bunda mengajar dan saya libur, belasan lagu harus saya nyanyikan untuk membuat ia dapat tidur siang.


 


“Ayah …pelangi dong,” pintanya setengah memaksa suatu hari. Lalu meluncurlah semua memori masa kecil dulu tentang lagu yang luar biasa itu, yang mengajarkan anak-anak bersyukur pada ALLAH.


 


Kadang setelah belasan lagu kita nyanyikan dan ayahnya kelelahan, gadis kecil kami ini tak jua terlelap, justru makin ‘bersinar’.:)


 


Tapi, itulah Nabila, selalu ceria. Lelah seharian kerja akan sirna begitu melihat senyum manis dan pipi chubby-nya. “Ayah pulang…..ayah-yah-ayah-yah…yah….”, begitu biasa ia menyambut kedatanganku dari kantor.


 


Sebagai cucu kedua di keluargaku, kehadiran Nabila memang beda dengan masnya. Ia mampu merampas perhatian semua orang, tidak hanya seisi rumah, tapi juga tetangga, kawan di kantor, bahkan orang di mal atau angkot pun kerap mencubit pipinya yang ranum. “Ih, lucu…,” begitu ia biasa ‘dicubiti’ orang.


 


Yang paling menarik dari seorang gadis kami ini adalah sifatnya yang polos, terkadang mengejutkan. Saat ayahnya lelah sepulang kerja dan menghadapi banyak persoalan, biasanya ia menjadi penetral suasana. Emosi yang tengah memuncak akan langsung cair, begitu ia berkata, “Ayah marah ya sama kakak?” Seketika, marah itu pasti langsung buyar. Sejak itu sulit saya meluapkan amarah, jika wajah polos Nabila ada didekat saya. Saya tersadar, tak baik marah di depan anak-anak. Dan emosi pun dapat teredam karenanya.


 


Terima kasih sayang, ayah banyak belajar dari kepolosanmu.

15 komentar:

  1. duhhhh... mudah2an nanti kalau punya anak, bisa belajar juga seperti mas belajar kepada Nabila.... :)

    BalasHapus
  2. Nabila sayang.....pinter bgt siihhh
    salam sayang buat nabila

    BalasHapus
  3. semoga bisa selalau menjadi cahaya keluarga :)

    BalasHapus
  4. Yes!!! sebagai sesama anak tengah, aku memang tau Nabila itu istimewa!!! Salam sayang dari Tante Lena ya Paaakk..

    BalasHapus
  5. deeeeee....yg mau merid.....udah ngebet punya anak....hehehehehe.....

    BalasHapus
  6. Kang Udin, subhanallah alhamdulillah.... semoga Nabila menjadi anak sholehah, menjadi penyejuk mata dan hati orang tuanya. amien....
    Cium sayang untuk Nabila... muah muah...

    BalasHapus
  7. baguslah :) jadi bisa menjadi orang yang sabar ...

    BalasHapus
  8. hehe...sampai saat ini masih terus berproses mas Wikan.

    BalasHapus
  9. duh Teh, imut banget putrinya, jadi gemas. suatu saat wina juga pasti jadiorang tua, tinggal selangkah lagi hehehe, harus belajar sabar dari sekarang neh...

    BalasHapus
  10. Aduuuuuuuuh, Subhanallah. Kehadiran anak terjadi menjadi 'pengajar' bagi ortunya yaaaaa :-) *melirik suami niy aku jadinya :-p

    BalasHapus
  11. Ima, kami punya '3 kurcaci', dan semuanya 'mengajarkan' banyak hal bagi semua. termasuk itu, pelajaran terberat dan tersulit, menjadi orang sabar. hingga kini saya pribadi masih terus belajar.
    *asyik dong bisa lirik-lirikan sama suami. untung suami....*

    BalasHapus