Selasa, 09 Desember 2008

Yang Tercecer dari Iedul Adha

Tidak mudah membangun sebuah komunitas baru dengan beragam latar belakang. Ini kami alami di perumahan tempat kami sekeluarga tinggal saat ini di kawasan Kranggan, Bekasi. Karena merupakan perumahan baru, kami harus memulai semuanya dari awal. Karena berisikan orang muda dan banyak maunya, kadang banyak ide saling bertabrakan. Tapi untuk kegiatan mushola, tampaknya kami sepaham.

Setelah mushola berjalan sejak awal ramadhan, kegiatan mulai berkembang, meski bangunan mushola sendiri (hingga kini) belum juga rampung, terkendala banyak hal.

Pengajian anak-anak sudah berjalan dalam 2 bulan terakhir. Hampir tiap hari anak-anak ikut pengajian yang dibimbing seorang ustad.

Kemarin, saat hari raya Iedul Adha, akhirnya niat kami untuk shalat Ied dan memotong hewan kurban di mushola keturutan. Karena mushola tak seberapa besar, terpaksa jemaah pria di dalam mushola, sementara jemaah perempuan di halaman mushola.

Kekhawatiran kami-panitia tidak terbukti. Shalat Ied yang diprediksi hanya dihadiri paling banter 50 orang warga, ternyata jemaahnya lebih dari 150 orang. Itu artinya, warga muslim yang semula enggan datang ke mushola sudah mulai menurunkan ego keengganannya. Alhamdulillah.

Yang lebih membahagiakan, saat kurban, banyak warga yang ambil bagian ikut memotong daging kurban. Padahal semula kami sudah sediakan petugas jagal sekaligus pemotong daging. Kami pikir, cukup lah mereka yang mengerjakan, toh tidak semua warga punya waktu. Ternyata antusiasme warga demikian hebatnya, sehingga 2 ekor sapi dan 8 kambing kami selesaikan sebelum shalat Dzuhur.

Iedul Adha pertama kami di sini kami tutup dengan makan bersama yang sumpah banget nikmat! Menu sop buntut dan kare kambing dibuat khusus kaum ibu yang bahu membahu dengan sangat ciamik. Sesaat kami melupakan peliknya masalah kantor hingga perkara kolesterol. Yang ada ...tancap abis...

Beberapa warga berseloroh, coba Iedul Adha tiap minggu, sehingga kami bisa kumpul bareng seperti ini. Omongan warga jelas merupakan harapan yang tak muluk. Kumpul seperti ini bagi kami sangat mahal, karena sebagian besar kami adalah orang kantoran yang sibuk. Kami lebih sering ber say "hi" di pintu keluar komplek atau berklakson ria saat berpapasan.

Alhamdulillah, Iedul Adha menyatukan kami dalam persaudaraan. Semoga ke depan kami bisa lebih sering bersama, membangun komunitas kami yang masih seumuran jagung ini.

*gb. sebagian jemaah dengan latar belakang mushola, sebelum sholat ied.

8 komentar:

  1. Wah kompak bgt ya, Din. Di daerahku cenderung 'masing2', bukan kompleks sih. Lagian bnyk org2 pensiunannya. Temen2nya bokap. Jd kita yg muda2 *taelaaah* suka risih gt deh.

    BalasHapus
  2. Dinamika kehidupan perumahan daerah urban ya..

    Seru banget! Perumahan kota besar mah boro-boro bisa kayak gini. Kenal sama tetangga aja udah sukur!

    BalasHapus
  3. itu yang kami gak ingin Fa. kalo nuruti sibuk, kita bisa aja gak terlibat dalam kegiatan kemarin. tapi kami juga punya target buat keluarga dan anak-anak, dan yang kami lakukan kemarin adalah investasi buat masa datang.

    BalasHapus
  4. kebetulan kami tinggal di perumahan yang tak seberapa besar, hanya 110 unit. alhamdulillah kami bisa saling kenal, meski lumayan sulit juga menyatukan banyak orang dengan aneka kesibukan.

    BalasHapus
  5. wah..saya udah setahun lebih di sini, malah gak tau nih suasana Idul Qurban di kompleks..soalnya tiap lebaran mudik terus.. paling2 kebagian dagingnya aja:D

    BalasHapus
  6. duh kayaknya enak ya kompleksnya...

    BalasHapus
  7. kompleksku seuprit mas Udin, kalau lebaran pada mudik semua, aku sekeluarga jaga kompleks ...hihihi

    BalasHapus
  8. wah, ikut senang Din, walau acara serupa di komplek tempatku tinggal, yang baru sedikit penghuninya, gagal terlaksana. Akhirnya kambing yang ada, disumbangkan di mesjid sebelah komplek, untuk dikurbankan... Selamat Idul Adha, Din, maaf lahir batin...

    BalasHapus