Rabu, 25 April 2007

Kasih Ibu Sepanjang Apa Ya?

Daeng Jaima berteriak histeris.


Tangan kirinya mencengkeram tubuh anaknya yang baru berusia 11 bulan. Sementara tangan kirinya menggenggam parang yang diarahkan pada leher anaknya. Di depannya sejumlah petugas satpol PP berancang-ancang siap melumpuhkan Jaima yang histeris. Sementara anak-anaknya yang lain hanya memandangnya dengan bertangisan.


Rupanya Jaima berang karena rumahnya bakal digusur petugas. Dan ia kehabisan akal untuk melawan penggusuran itu. Ia pikir mencoba membunuh anaknya adalah cara terampuh melemahkan niat petugas menggusur istananya. 


Ini bukan adegan sinetron di tv kita. Tapi ini adegan nyata yang terjadi kemarin, Rabu di Makasar, Sulawesi Selatan. Saat itu petugas Satpol PP bersiap mengosongkan rumah yang terkena gusur di kawasan jalan Daeng Tata.


Adegan berikutnya : untung tak terjadi hal yang tragis, petugas berhasil meringkus Jaima meski harus menyeretnya secara paksa.


Saya tak habis pikir, kok ada seorang ibu yang tega melakukan hal itu, meski hanya untuk menakut-nakuti petugas Satpol PP. Bagaiamana pun anak adalah titipan Allah yang patut dijaga. Bukan dijadikan tameng. Ngeri saya membayangkan jika ending kisah di atas adalah kematian si bocah yang tak tahu apa-apa itu.


Rumah memang penting bagi kehidupan, tapi nyawa jauh lebih penting. Jangan bermain-main dengan nyawa manusia, karena yang berhak mencabut nyawa adalah Allah.

16 komentar:

  1. kasih.
    bukan kasib.

    ah din, itu desperate move.
    udah nggak bisa mikir jernih lagi.
    kenapa juga nggak dia arahkan parang ke lehernya sendiri ya?

    BalasHapus
  2. itulah gi, tekanan hidup yang menghimpit membuat pikiran jadi buntu.

    terus juga cara petugas satpol pp yang arogan itu makin menyudutkan si ibu..

    BalasHapus
  3. Innalillahi...
    Alhamdulillah gw bukan Jaima.

    BalasHapus
  4. Kalau nggak salah baca, dia bukan anak kandung Jaima, tapi keponakannya. Yang jelas kasih ibu ya tetap sepanjang jalan. Kasih iblis sepanjang neraka. Ibu yang membunuh anaknya, bukanlah "ibu". Itu jelas iblis dengan wadah ibu.

    BalasHapus
  5. saya jadi kangen ibu di rumah hiks.....

    BalasHapus
  6. ALhamdulillah... tidak sampai jatuh korban.

    BalasHapus
  7. pendidikan juga jadi faktor penentu prilaku masyarakat...
    semoga pendidikan bisa jadi prioritas pemerintah...

    BalasHapus
  8. duuh...serem banget
    semoga ngga ada lagi cerita tragis spt itu
    anak 11 bulan kan lagi lucu-lucunya ya....

    BalasHapus
  9. Akhir-akhir ini saya sempat diskusi dengan beberapa kawan soal kondisi terakhir negeri ini. Dan, posting mas Udin memperkuat kekhawatiran saya. Kondisi saat ini sangat buruk. Pilihan semakin sempit bagi sebagian besar saudara kita yang ada di piramida terbawah. Lapangan kerja semakin sulit. Pemerintah kayak main ping pong dengan meminta swasta lebih aktif. Aneh ya?
    Apa yang dilakukan Daeng Jaima adalah bentuk ketidakberdayaan dia. Itu saja poinnya. Mungkin kita anggap dia kejam,sinting,de el el. Tapi lebih dari itu, ancaman sesungguhnya adalah pada semakin sempitnya pilihan tadi. Karena sejarah membuktikan, sesuatu lebih "dahsyat" seringkali muncul dari kondisi seperti ini....

    BalasHapus
  10. waduh ammuu aku merindiiiiing.....semakin berat beban hidup yaa...

    BalasHapus
  11. Astaghfirullah.....
    Setuju banget ama Mas Arif Wibawa, itu bukti ketidakberdayaan pemerintah memperbaiki keadaan ekomoni masyarakat. Salah satu contohnya adalah kasus Lapindo. Berapa ribu nyawa yang musti menanggung kesalahan Lapindo, sementara pemerintah seperti tidak punya keberanian untuk memihak rakyat banyak.

    BalasHapus
  12. dan ....
    kita tertawa-tawa nonton Tukul ....
    *dr pd nangis ga bisa ngapa-ngapain*

    BalasHapus
  13. aduh maaass...
    aku sampe deg2an bacanya, untuung ngk sampe terjadi ya?
    alhamdulilah...lega sekali bacanya. mudah2an bu jaima ngk ngulangin lagi ulah bahayanya itu.

    BalasHapus
  14. Duh, kasian banget...
    Rupanya kesulitan hidup membuat beliau kehilangan akal :-(

    Tapi Mas, ini dosa sosial kita semua, wong cilik sampai stress begitu :-(

    BalasHapus
  15. duh din, beruntungnya kita, masih bisa punya banyak pilihan.
    buat orang kecil seperti jaima ini pilihannya cuma hidup atau mati....kasihan sekali......

    BalasHapus