Senin, 28 Desember 2009

Mendadak Liburan Bandung-Puncak

Kata orang akhir pekan lalu adalah long weekend. Artinya ada beberapa hari yang dirapel jadi satu hari libur bersama. Tapi itu buat mereka yang kerjanya normal, kerja senin-jum'at dengan jam kerja yang jelas.

Nah, bagi saya yang kerjanya abnormal, tak pernah kenal konsep long weekend. Bagi saya weekend sama saja dengan liburan biasa, dengan sedikit kelonggaran aktivitas dan lebih banyak waktu di rumah. Itu saja. 

Kenapa tak ada konsep long weekend bagi saya? Karena biasanya justru di akhir pekan banyak kerjaan sambilan yang harus dilakukan. Anehnya, sabtu istri kerja, dan minggunya giliran saya yang kerja. Benar-benar pasangan yang aneh!

Akhirnya dengan sedikit dadakan kita merancang perjalanan hore ke Bandung dan Puncak. Awalnya cuma pengen ke Bandung. Lantaran tak beroleh hotel karena mendadak dangdut nyarinya, akhirnya diputuskan ke Bandung tetap jadi tapi cuma buat main-main. Nginepnya? Cipanas, di vila milik seorang kawan.

Berangkat pagi sekitar jam 06, saat matahari masih malu-malu hadirnya. Kami langsung ke Lembang. Tujuannya ke Rumah Sosis yang jadi isu nasional karena anak-anak kerap melihatnya di tv.

Kami tak bisa terlalu lama di rumah sosis ini. Permainannya biasa aja, mirip-mirip di Jakarta sana. Apalagi lingkungannya tak alami.

Tujuan selanjutnya ke Kebun Strawberry. Di tempat inilah anak-anak  mendapat tempat bermain yang menyenangkan. Udara yang segar, kebun yang lapang membuat anak-anak ceria.

Buat yang belum pernah kemari, coba deh ke tempat ini. Kapan lagi bermain di kebun sambil bebas metik buah strawberry sendiri.

Selain petik buah strawberry, tempat ini juga punya atraksi permainan lain seperti flying fox, ATV, Jumping Role hingga Water Ball. Permainannya umumnya memang butuh keberanian lebih bagi anak-anak. Saya jamin, anak-anak pasti senang.

Di puncak, selain menginap, kami juga sempat mengunjungi mesjid Atta'awun. Meski berkali-kali ke puncak, baru kali ini dengan sengaja berkunjung ke mesjid ini. Ternyata mesjid ini jadi tujuan wisata banyak kalangan. Selain lokasinya yang keren, ternyata di belakang mesjid ada aliran sungai dari puncak yang dialirkan kemari. Cocok untuk istirahat sejenak sambil berfoto ria. Beberapa pengunjung malah menggelar tikar sambil makan-makan di sisi sungai.

Minggu, 20 Desember 2009

besok ujian, belajar baru seiprit...malam ini kerja pula di kantor....gimana besok deh..

Reuni Setelah 20 Tahun

Sabtu lalu saya hadir di reuni angkatan 89 SMAN 70 Bulungan, Jakarta Selatan. Sekolah yang punya banyak cerita bagi kami alumninya. Sekolah yang terletak di sepenggal jalan Bulungan ini merupakan penggabungan 2 sekolah SMAN 11 dan SMAN 9. Karena sering ribut, akhirnya didamaikan menjadi SMAN 70.

Karena gabungan dua sekolah, sekolah ini menjelma menjadi sekolah 'terbesar' di Indonesia. Bayangkan, dulu satu angkatan bisa 800 siswa!

20 tahun masa yang cukup lama tak bersua kawan seangkatan. Sebagian besar kawan benar-benar saya jumpai lagi setelah 20 tahun, karena selama ini komunikasi hanya lewat email atau telepon.

Ada yang masih tampak seperti terakhir ketemu, namun sebagian besar pastinya sudah berubah. Secara fisik so pasti. Mulai dari size, rambut warna-warni hingga kelakuan yang ‘watt’nya lebih rendah dari jaman dulu.

Meski tak semua hadir, tapi cukup ramai lah reuni akbar pertama angkatan kami ini. Dari 800-an teman seangkatan, saya perkirakan lebih dari 400 orang hadir. Yang datang selain yang mukim di Jabodetabek, juga beberapa dari luar kota, bahkan ada yang dari luar negeri.

Acara hiburannya nyaris gak terlalu penting bagi saya. Kita semua sibuk berhaha-hihi, senyum sana, senyum sini, foto bareng, atau ngemil jajanan kantin yang ngangeni itu.

Yang mengharukan adalah perjumpaan dengan guru-guru. Umumnya mereka sudah berada di usia emas. Pak Julius Jusuf , kepsek 70 era 89 dulu, ternyata tak banyak berubah. Masih seperti dulu, sehat, bugar dan tegas. Wah, mesti banyak belajar dari JJ soal jaga kesehatan dan kebugaran nih, mengingat di usianya yang ke 76 masih tetap terlihat tegap bertenaga.

Beda dengan Pak JJ, pak Amir guru olahraga, yang hadir dalam kondisi sakit. Sepanjang acara ia hanya duduk di kursi rodanya. Meski sakit, saya salut dengan semangat hidupnya. Saya sempat berbincang dengan pak Amir di sela acara. Katanya ia terharu dengan undangan kawan-kawan. Makanya meski kondisi fisiknya tak memungkinkan, ia memaksakan hadir demi melihat anak didiknya sekarang seperti apa.

Saya sendiri perlu memberikan acungan jempol kepada kawan-kawan panitia yang berhasil mempertemukan kita dalam satu forum seperti ini. Di tengah kesibukan kerja masing-masing panitia, akhirnya acara ini berhasil digelar.

Tengkyu guys, sudah bekerja dengan keras. Berkat acara kemarin, beberapa kawan sudah terinspirasi untuk membuat reuni kecil antar kelas.

Minggu, 13 Desember 2009

Angka 13 Pernikahan Kami

Hari ini saya dan istri merayakan 13 tahun usia pernikahan kami. Sebuah usia yang belum ada "apa-apanya" jika dibandingkan mereka yang sudah berhasil mengukir angka perkawinan perak apalagi emas. Kami masih jauh dari itu. Apalagi dari hal pencapaian pengalaman hidup.

Ibarat anak-anak, kami masih banyak belajar. Belajar menjalani hidup pernikahan ini dengan benar. Belajar memahami satu sama lain, belajar menjadi suami, belajar menjadi ayah, dan belajar menjadi muslim yang lebih baik lagi.

Meski baru "13" , bukan berarti tak ada raihan apapun dalam perjalanan hidup pernikahan kami. Yang paling jelas, kami jadi saling mengenal pribadi, memahami kebiasaan-kebiasaan dan tentunya makin sayang dengan pasangan. Bagi kami, itu jauh lebih penting dan bermakna.

Jika mengingat masa 13 tahun silam kadang nyaris tak percaya. Tak seperti kebanyakan pasangan lainnya, kami menikah dengan persiapan yang minim. Maksudnya, jika pasangan lain sudah banyak menabung, punya rumah dan segala materi lain, kami tidak seperti itu.

Kami menikah dengan modal nekat. Dengan acara yang sangat sederhana di Nganjuk Jawa Timur sana. Hanya mengundang saudara, kerabat dan tetangga dekat saja. Benar-benar minimalis. Yang penting sah.

Kami berdua memang orang yang sangat simpel dan realistis. Saat itu kami berpikir, kalau harus menunggu punya ini itu kapan kami bisa mengikatkan diri dalam pernikahan? Pandangan ini memang dianggap aneh sebagian kerabat. Tapi, the show must go on lah. Kami yang menikah maka kami pasti bertanggung jawab pada pilihan kami.

Alhamdulillah usaha dan do'a kami didengar Allah. Pintu rizki dibuka dengan lebar bagi kami. Kami yang semula menumpang tinggal di rumah ortu selepas menikah, akhirnya bisa punya rumah sendiri. Meski mungil kami bangga bisa membeli rumah dari jerih payah sendiri, bukan hadiah atau pemberian.

Setelah itu berturut-turut rizki mengalir, termasuk rizki titipan Allah paling berharga yakni seorang jagoan dan 2 bidadari cantik yang membuat semarak rumah kami.

Kini 13 tahun sudah kami menjejakkan kaki bersama. Jika 14 Desember 1996 bahtera kami hanya berisi dua orang, kini sudah menjelma menjadi 5 orang. Di depan kami sadar perjuangan belumlah berakhir. Naik turun, susah senang, pasti kami alami.

Tapi dengan berlima, insya Allah kami lebih kuat memandang tantangan di depan. Benar kata JK, bersama kita bisa.

Rasa syukur teratas saya ucapkan pada Zat yang Maha Sempurna, Allah SWT. Berkat skenario-Nya lah kami menyatukan diri.

Terima kasih istriku, Ikom, yang sangat mengerti setiap desah nafasku. Ia bisa menjadi kawan, lawan, teman diskusi. Kadang mengademi saat hati gundah. Kadang menjadi penjaga hati saat kelakuan suaminya ini agak gokil.

Terima kasih anak-anakku, Ihsan, Nabila dan Ninis. Kalian adalah alasan terbaik kerja keras kami selama ini.

Untuk kedua ortu dan mertua. Kalian number one deh. Kalau saja tak ada restu dari kalian, entah apa jadinya kami.

Untuk kawan, sahabat, kerabat, terima kasih telah menjadi mata-mata yang sehat bagi hubungan kami. Kami ikut dijaga oleh kalian.