Minggu, 27 Mei 2007

Taman Safari




Perjalanan nabila dan kawan-kawannya di TKIT Al Jihad ke Taman Safari, Puncak Bogor, 2006.

Kamis, 24 Mei 2007

Ada Apa Dengan Polisi Kita?

Nunuk Ariyanti terus menangis menatap jasad Briptu Nurhidayat dimasukkan ke liang lahat. Ia tampak sangat masgul melihat kekasih hatinya terbujur kaku dalam balutan kain kafan. Ia nyaris tak percaya dengan semua yang dilihat dan dialaminya. Karena belum seminggu ia dilamar sang kekasih. Bahkan hari Minggu 27 Mei ini, rencananya mereka akan mengikat janji sehidup semati.

Mestinya bukan kain kafan yang membalut tubuh Nurhidayat, tapi jas yang sudah disiapkan untuk akad nikah. Namun suratan takdir berkata lain, ia tewas ditembak mantan atasannya, AKP Ronny Pasaribu, di Merauke, selasa lalu. AKP Ronny sendiri kemudian bunuh diri dengan menembak kepalanya. Hingga kini motif penembakan belum jelas.

Sehari setelah penembakan itu, di Batam pun ada kasus serupa. Namun kali ini polisinya bunuh diri dengan merebut senjata petugas jaga.

Kisah diatas bukanlah fiksi, tapi benar-benar nyata. Ada apa sebenarnya dengan polisi kita. Mengapa begitu mudah menyalakkan senjatanya. Bahkan untuk membunuh sesama koleganya? Apa benar beban kerja dan tekanan hidup begitu tinggi, sehingga mengambil jalan pintas semacam itu.

Ini bukan kasus pertama. Sebelumnya kasus serupa juga pernah terjadi beberapa kali. Yang paling menghebohkan tentunya penembakan waka polwiltabes Semarang AKBP Lilik Purwanto oleh bawahannya yang terkena mutasi. Hanya karena menolak dimutasi, ia berbuat sembrono menembak sang atasan dan kemudian menembak dirinya sendiri.

Indonesia memang bukan Amerika yang peredaran senjata apinya cukup luas di masyarakat. Tapi berulangnya kasus semacam ini membuat miris. Mengapa polisi yang mestinya pelindung rakyat, kok malah tembak-2 an.

Harusnya di kepolisian ada sebuah komisi yang mengawasi peredaran senjata api di kalangan internal polisi, sehingga tetap terkontrol. Kalau polisinya saja saling tembak, bagaimana kami-kami ini yang sipil? Siapa yang melindungi kami pak Polisi...

Kamis, 17 Mei 2007

Si Entong

Rating:★★★
Category:Other
Pemain: Fachri, Adi Bing Slamet, Rheina Ipeh, Anna Shirley, dll.

Sinetron keluarga (anak-anak) ini tayang di TPI saban hari jam 18.00 WIB. Berlatar belakang budaya Betawi, sinetron ini kini jadi andalan TPI, setelah diputar secara stripping, Senin-Minggu. Posisi (share dan rating)nya kadang menyalip sinetron top RCTI Intan, yang merajai tontonan di jam yang sama.

Kisah sinteron yang ceritanya habis dalam satu episode ini berpusat pada aksi si Entong (Fachri), anak berusia 12 tahun di sebuah kampung di Jakarta. Bocah ini diceritakan pandai mengaji dan banyak akal laksana Abunawas.

Karena kecerdikannya, Entong banyak disukai orang. Tapi juga dibenci lawannya, genk Memet-Mamat. Berbagai cara dilakukan genk ini untuk mencelakai Entong, tapi selalu gagal.

Entong adalah anak seorang janda, Fatimah (Rheina Ipeh) yang naksir pada guru ngaji anaknya, ustad Shomad (Adi Bing Slamet). Sayangnya ia mesti bersaing dengan janda-janda lain seperti mpok Lela (Anna Shirley) yang nyinyir hingga Mamake yang Tegal abis.

Dibalut lomedi khas Betawi, sinetron ini mencampurkan realita dan fiksi. Bahkan kadang seperti dongeng. Yang menarik selalu dibumbui petuah untuk hidup baik bagi anak-anak.

Meski kadang lucu, namun ada beberapa adegan yang kerap agak kasar. Mulai dari para pemerannya yang kerap berteriak-teriak, saling pukul hingga adegan slapstik gaya warkop juga ada.

Tapi untuk sekedar hiburan lumayanlah. Namun lebih bijak jika anak-anak nonton didampingi orang tuanya. Tentunya setelah magriban dulu, soalnya sinetron ini tayang pas adzan magrib.